Kata toleransi begitu melekat di negeri ini, mungkin karena sukunya banyak, budaya nya banyak, bahasa nya banyak, agama didalamnya pun banyak. Dunia pun tak meragukan kalau Indonesia tercipta dengan begitu banyak keanekaragaman didalamnya, bukan karena banyaknya pendatang atau Indonesia yang meminta agar warga asing datang. Indonesia memang sudah tercipta seperti ini. Ditambah lagi dengan penduduknya yang juga banyak, terbanyak ke-empat didunia. Wajar saja kalau menjaga agar yang banyak ini tetap bersatu merupakan hal yang tidak mudah di negeri ini.
Setiap memperingati hari raya
keagamaan, kata toleransi selalu saja ikut dibelakangnya. Apakah itu toleransi
yang harus diberikan kepada setiap orang yang tidak ikut memperingati atau toleransi diberikan kepada yang sedang
merayakan hari tersebut? Jangan membuat ini menjadi rumit! Agar hal ini menjadi
mudah kita perlu melihat kembali apa sih esensi sebuah rasa toleransi.
Sama halnya dengan kasus seorang
muslim yang bekerja dengan orang non-muslim, ketika Hari Raya Natal orang
muslim ini pun mau tidak mau memakai atribut natal. Mereka sebenarnya tidak mau
tapi karena dalih profesionalisme mereka pun akhirnya memakai.
Lalu, bagaimana kita memaknai fenomena seperti ini?
Toleransi bukan tentang pihak A
atau pihak B melainkan semua pihak yang terlibat. Coba kalimat nya kita ganti, yang harus toleransi
adalah si bos perusahaan tersebut kepada karyawan nya yang beragama muslim,
karena karyawan nya bukan bagian dari pengikut agama bosnya jadi si bos harus
mengikhlaskan kalau karyawan muslim tidak apa – apa jika tidak memakai atribut
natal tanpa harus memberi konsekuensi.
Hal sebaliknya pun terjadi jika
seorang muslim memiliki karyawan non-muslim maka muslim tersebut tidak
diperbolehkan memaksakan kehendak agar karyawannya yang non - muslim memakai
atribut muslim ketika hari perayaan agama Islam.
Sebenarnya permasalahan diatas
terjadi karena kesalahan persepsi tentang apa itu toleransi. Mungkin, dibenak
kita yang namanya toleransi adalah keikhlasan satu pihak untuk mengikuti pihak
yang lain. Kalau pihak lain dipaksakan untuk mengikuti kehendak yang lain itu
bukan namanya toleransi melainkan pemaksaan. Jadi, sekarang mulailah dari diri
kita sendiri untuk meluruskan persepsi yang keliru tentang apa itu toleransi
dan bagaimana toleransi yang benar tanpa harus mengorbankan aqidah.
Kesimpulannya, kita harus
mengetahui batas – batas toleransi tanpa perlu melakukan pemaksaan keapda orang lain untuk mengikuti
apa yang kita inginkan, toh setiap agama tidak diajarkan untuk melakukan
pemaksaan kepada setiap manusia.
No comments